Kegembiraan Anak Dalam Belajar
Kegembiraan anak dalam belajar sebenarnya merupakan hak fundamental yang harus diberikan sepenuhnya. Kegembiraan bukan semata-mata memberikan mereka permainan di luar ketika mereka belajar tanpa tujuan yang jelas, melainkan sebuah cara yang menyatu dengan tujuan pembelajaran berjangka panjang. Banyak sekolah, misalnya, menghabiskan begitu banyak waktu untuk bermain.
Salah satu contoh kebosanan mereka dalam
belajar dapat terlihat, misalnya, ketika jam belajar selesai. Semuanya
bersorak dan ingin cepat pulang, atau ketika mereka mendapatkan hari
libur. Semuanya merupakan penanda bahwa sekolah dan belajar merupakan
kegiatan yang melelahkan, membosankan, bahkan menyebalkan. Jika
kenyataan-kenyataan ini diperoleh anak-anak kita, apa yang akan terjadi
dengan perkembangan jiwa mereka di masa datang.
Beberapa hasil riset tentang
perkembangan mental dan kejiwaan anak-anak yang dialami ketika mereka
belajar menunjukkan secara konsisten dan kuat bahwa kurangnya keceriaan
dan kegembiraan dalam belajar berpengaruh terhadap kesuksesan masa depan
seorang anak.
Dalam laporan Center on the Developing Child
(2007) ditunjukkan secara khusus bahwa efek belajar yang menggembirakan
dapat meningkatkan kapasitas arsitektur otak anak, yaitu pada saatnya
otak tersebut akan memberikan pengaruh yang baik dalam membentuk
perilaku sosial dan emosi anak yang cerdas. Ini artinya, pengalaman
belajar anak, jika terjadi secara benar, dapat membentuk jalan bagi
tumbuhnya motivasi belajar secara benar.
Jika di masa depan kita menginginkan
tumbuhnya karakter jujur dan kesalehan sosial yang kuat pada diri
seorang anak, pendampingan terhadap proses belajar yang menggembirakan
dan menyatu dengan tema yang diajarkan secara kontekstual penting
dilakukan. Penelusuran secara longitudinal terhadap keberhasilan seorang
anak menunjukkan jejak yang kuat bahwa pengenalan konsep ilmu dan
pendampingan orang dewasa menjadi dua hal yang signifi kan untuk
dilakukan secara benar.
Dengan demikian, belajar dengan gembira
dan ceria yang terprogram dan terencana secara baik dan berkesinambungan
harus ditata secara baik dan benar dalam sebuah rangkaian yang tidak
terpisahkan dengan setiap bidang studi yang diajarkan (Schweinhart et al, 2005). Namun demikian, masih banyak kita lihat kesalahan fundamental terjadi dalam proses meletakkan kegembiraan dalam belajar.
Beberapa kesalahan itu terlihat dalam
proses belajar yang lebih banyak didominasi tuntutan perkembangan
kapasitas akademik anak sehingga anak tak memperoleh pengalaman belajar
yang autentik berdasarkan konteks sosial dan budaya yang terjadi di
tengah-tengah kehidupannya. Selain itu, tak sedikit dijumpai paradigma
yang salah dari para pendidik yang memandang pengalaman belajar (learning experience) sebagai sebuah kondisi yang sepenuhnya di bawah kendali dan dipegang guru.
0 komentar:
Posting Komentar